Sejak dahulu lagi, dunia menyaksikan konspirasi Amerika Syarikat dan Rejim Israel kepada perkembangan ideologi Zionisme dalam memperkuat kekuasaan Israel di kawasan Timur Tengah. Pembunuhan warga Palestin, serangan kian merebak ke Lebanon, perluasaan gudang senjata nuklear Israel, dan masalah-masalah lainnya adalah hasil persekongkolan Washington-Tel Aviv yang membahayakan situasi di kawasan tersebut. Zionisme yang merupakan sebuah gerakan politik itu, mengumumkan kewujudannya pada tahun 1897. Bersamaan dengan dimulainya perang dunia pertama, ada hubungkaitnya dengan kepentingan kekuatan-kekuatan besar dunia dengan gerakan Zionisme menjadi pemicu penandatangan deklarasi Balfour yang berakhir dengan terbentuknya rejim Zionis di tanah Palestin. Pada 2 November 1917, Menteri Luar Negeri Inggeris yang ketika itu disandang oleh Arthur James Balfour, mengeluarkan pernyataan yang berisi keterangan mengenai pembentukan “tanah air bangsa Yahudi” di Palestin. Kebanyakan para pemimpin Zionis saat itu adalah orang-orang liberal yang tidak mempercayai agama Yahudi. Mereka pada awalnya tidak memandang Palestin sebagai negeri yang akan menjadi milik orang-orang Yahudi. Jeneral Edmund Allenby memasuki Jerusalem pada tahun 1917 Untuk pertama kalinya masalah pembentukan negara Zionis diketengahkan oleh negara-negara kolonialis Eropah. Pembentukan negara Zionis di tanah Palestin itu dimaksudkan untuk menjaga kepentingan negara-negara Eropah di kawasan strategik Timur Tengah. Palestin yang terletak di pusat pemerintahan Uthmaniah serta dekat dengan Mediteranian dan terusan Suez, merupakan kawasan penting untuk Eropah. Dalam hal ini seorang pengkritik besar Yahudi anti Zionis, Moshe Manuhin mengatakan, “Hingga abad 19 tidak ada yang namanya Zionisme. Kesombongan Eropah-lah yang menciptakan politik nasionalisme orang-orang Yahudi dan menyemarakkan lagi hasrat mereka untuk serius dalam menghidupkan idealogi Zionisme. Ada beberapa faktor yang mendorong Zionisme menyatakan kewujudannya di dunia. Faktor tersebut adalah runtuhnya pemerintahan Uthmaniah di Turki, meletusnya perang dunia pertama, serta pro dan kontra kepentingan Eropah. Di awal abad 20 pemerintah Inggeris sudah menyiapkan pembentukan negara Zionis di tanah air bangsa Palestin. Jelas bahawa Inggeris tidak dapat menerima kehadiran kekuatan lain di kawasan Timur Tegah yang berada di bawah kekuasaannya. Inggeris berpikir untuk tetap menjaga kepentingannya di kawasan tersebut. Dengan alasan inilah, Inggeris mengizinkan orang-orang Yahudi untuk berimigrasi dan tinggal di Palestin, yang untuk selanjutnya dimanfaatkan membentuk negara Yahudi di sana. Dengan demikian, Inggeris berharap dapat memperkuat kekuasaannya di dunia Arab. Setelah tiga dekad berlalu dari pendudukan Inggeris atas Palestin, seluruh infrastuktur Palestin dihancurkan oleh gerakan Zionis dan diubah menjadi pusat-pusat perekonomian, budaya, dan politik Zionis. Setelah 30 tahun berlalu, masa keemasan hubungan Zionis dan pemerintah Inggeris berakhir bersamaan dengan mulanya perang dunia kedua serta kebangkitan rakyat Palestin melawan Zionisme dan Inggeris. London yang merasa kepentingannya terancam mengambil langkah drastik dengan gerakan Zionis dengan tujuan untuk menjaga hubungan dengan dunia Arab. Hasilnya adalah, gerakan Zionisme harus berhadapan dengan Inggeris. Yang menarik adalah, orang-orang Eropah pendukung Zionisme sendiri menyedari bahawa dalam sejarah tidak ada bukti-bukti hak kepemilikan kaum Yahudi atas negeri Palestin. Pada tahun 1920, para bangsawan Inggeris yang bergelar Lord Sydenham terlibat dalam pembahasan sengit mengenai penguasaan Inggeris atas Palestin dan deklarasi Balfour. Lord Sydenham mengatakan, “Palestin bukan negeri orang-orang Yahudi. Akan tetapi orang-orang Yahudi merampasnya setelah sebelumnya melakukan pembunuhan terhadap warga Palestin. Jika orang-orang Yahudi dapat memiliki Palestin, orang-orang Romawi juga boleh mendakwa kepemilikan mereka atas Inggeris”. Namun dengan meletusnya perang dunia kedua, AS muncul sebagai kekuatan baru di kancah politik dunia internasional dan di kawasan strategik. Dari satu sisi, kekuatan militer dan kewangan AS, dan dari sisi lain, pengaruh orang-orang Zionis dalam pemerintahan AS merupakan dua faktor yang mendorong gerakan Zionisme bernaung di bawah payung AS dan melawan Inggeris. Hal ini ditambah lagi dengan ketamakan imperialis AS yang akhirnya menjadikan gerakan Zionisme sebagai sekutunya di kawasan Timur Tengah. Khususnya pada tahun 1930 saat Washington memerlukan sumber-sumber minyak di Arab Saudi dan Teluk Parsi. Saat itulah AS menandatangani berbagai kontrak penting dengan para pemimpin negara-negara Arab untuk mengeksploitasi minyak di kawasan tersebut. Di waktu yang lain, AS juga memandang kawasan Timur Tengah khususnya negara-negara Arab sebagai ”pasar" yang sangat menguntungkan untuk mengedar barang-barang keluaran AS. Beranjak dari sini, ketika diadakan konferensi Zionis di hotel Bilt More, New York, pada tahun 1942, pemerintah Washington menyatakan dukungannya kepada pembentukan negara Yahudi di Palestin. Kekuatan Inggeris pada saat itu sudah sangat lemah akibat perang dunia kedua. Inggeris tidak lagi mampu menyatukan sekutu-sekutunya untuk menghadapi tekanan Amerika Syarikat. Untuk itu, pada tahun 1948, pemerintah Inggeris secara rasmi mengakhiri masa pendudukannya selama 30 tahun atas negeri Palestin. Selanjutnya, masalah Palestin dilimpahkan kepada Perikatan Bangsa-bangsa Bersatu yang ketika itu masih seumur jagung. Sayangnya, PBB yang banyak dipengaruhi oleh kekuatan-kekuatan imperialis dunia sepertil AS mengeluarkan keputusan yang bercanggah dengan tuntutan dan kemahuan rakyat Palestin dan bangsa Arab, dengan membahagikan negeri Palestin menjadi dua bahagian, Palestin dan Yahudi pada tanggal 29 November 1947. Keputusan yang disahkan oleh Majlis Umum PBB itu menjadi titik tolak kepada orang-orang Zionis untuk mengumumkan pembentukan rejim dengan nama Israel pada tanggal 14 Mei tahun 1948. Pembentukan rejim yang tidak sah itu mendapat dukungan AS, diumumkan hanya selang beberapa jam setelah Inggeris secara rasmi keluar dari Palestin. Sejak itulah, kaum Zionis menguasai sebahagian besar wilayah negeri Palestin. Kekuasaan zionisme di berbagai struktur pemerintahan AS, termasuk di pusat pentadbiran rumah putih (White House), adalah masalah yang berkali-kali diperdebatkan di lembaga-lembaga politik dunia. Kekuasaan atas media massa, struktur politik, militer dan sosial di AS, dan pada akhirnya kekuasaan zionisme di dalam sistem perekonomian AS, adalah sesuatu yang selalu muncul di dunia sebagai faktor saling pengaruh-mempengaruhi antara AS dan rezim zionis. David Luchins, wakil ketua Asosiasi Kerjasama Yahudi Ortodoks AS, dalam hal ini berkata, “Kami bukan sebagai kelompok minoriti, tetapi adalah sebahagian dari majoriti dimana segala sesuatu yang kami inginkan, pasti akan kami miliki dan kuasai.” Oleh sebab itulah, dengan mempelajari sejarah 55 tahun pendudukan Palestin dan deklarasi keberadaan ilegal rejim zionis, kita lihat bahawa semua Presiden AS tanpa terkecuali, pasti melakukan pertemuan dan dialog dengan para pemimpin Yahudi dan pemimpin Israel. Dokumen-dokumen yang sah juga menunjukkan bahawa untuk setiap tahun, 1/5 dari seluruh bantuan luar negeri AS diberikan kepada rejim Zionis. Selain itu, berbagai kedutaan dan konsulat luar negeri AS selalu memiliki diplomat-diplomat yang bertugas mempelajari berbagai jalan perluasan hubungan dengan warga Yahudi Amerika, dalam rangka menjaga kepentingan negara mereka. Akan tetapi siapakah tokoh-tokoh Yahudi dan bagaimana sejarah kehadiran mereka di dalam berbagai struktur pemerintahan AS? Jawapannya ialah sebagaimana tercatat dalam sejarah sebagai berikut: Di awal abad ke-20 di tahun 1916, Loise de Brandis, diutus oleh kader kepemimpinan zionisme di Eropah untuk menarik dukungan warga Yahudi Amerika. Ideanya untuk memperkenalkan zionisme bukan sebagai sebuah gerakan nasionalis, akan tetapi sebagai gerakan pencari jalan keluar untuk menyelamatkan bangsa Yahudi, membuat para pendukung zionisme di AS melonjak dari 12 ribu orang menjadi 150 ribu orang. Brandis sendiri berkata : “Dukungan kepada zionisme bukan bererti hijrahnya seorang Yahudi atau perolehan kewarganegaraan asing. Tetapi, untuk menciptakan Amerika yang lebih baik, kita harus menjadi Yahudi yang baik, dan untuk menjadi Yahudi yang baik, kita harus menjadi seorang zionis.”
Efektifnya slogan seperti itu dalam menarik keanggotaan dari masyarakat Yahudi Amerika, telah membuka peluang yang amat luas bagi terbentuknya lembaga masyarakat Yahudi Amerika. Dengan demikian, setelah berabad-abad, melalui warga Yahudi imigran dan dengan bantuan zionis Eropah, terbentuklah masyarakat Yahudi AS; dan Amerika pun dipilih sebagai tempat yang dianggap paling sesuai untuk pusat aktiviti mereka. Warga Yahudi yang telah merdeka di Barat tidak lagi memandang diri mereka sebagai warga terendah, tetapi sebagai sebahagian komuniti penting dari bangsa Eropah. Bahkan pada saat itu mereka telah disebut sebagai Yahudi Inggeris, Perancis dan negara-negara Eropah lainnya. Perbezaan kelas dan perselisihan ras di dalam masyarakat Yahudi dan kalangan elit kaya Yahudi untuk keluar dari dipengaruhl para pemimpin agama, membuat mereka berusaha merebut kekuasaan untuk menguasai masyarakat Yahudi dari para pemuka agama, dengan tujuan menegakkan dan menguatkan Judaisme terpusat. Kepemimpinan ini juga harus berputar di sekitar propaganda gerakan zionisme.
Sebagai sebuah gerakan murni politik dan dengan memanfaatkan atau lebih tepatnya menyalahgunakan agama Yahudi, zionisme mampu bekerja sebagai sumber kekuatan Yahudi. Tidak diragukan, bahawa zionisme diciptakan oleh para kapitalis Yahudi dengan tujuan menegakkan kembali kekuasaan dan kekuatan yang hilang, juga untuk mencegah meleburnya warga Yahudi di negara-negara Eropah serta menarik kekayaan Yahudi di Barat ke sebuah pusat tertentu. Oleh kerana itulah lembaga-lembaga kewangan dan politik Yahudi serta organisasi-organisasi internasional zionisme didirikan oleh para kapitalis Yahudi Eropah dan dengan berada di AS kemudian Palestin, mereka menjalin ikatan diantara keduanya. Di abad ke-21 ini, salah satu pemimpin organisasi Yahudi Amerika, berkata, “Hari ini, kita masyarakat Yahudi Amerika, telah berhasil, baik di tingkat internal dan nasional, mahupun di tingkat internasional, merealisasikan sesuatu yang tidak pernah diimpikan oleh nenek moyang kita. Melanjutkan perjuangan mereka, kini putra-putra mereka telah berhasil memperoleh kekuatan yang sedemikian besar di Amerika. Ini semua adalah berkat kerjasama lembaga-lembaga Yahudi zionis di AS.” Kini, setelah lewat beberapa dekad, kita menyaksikan bahwa kaum zionis berhasil memperoleh berbagai jabatan di dalam struktur politik, sosial, ekonomi dan kebudayaan AS; dan dengan penguasaan mereka mengendalikan kekuatan dan kepentingan strategik AS. Sementara itu, dukungan-dukungan penuh lembaga-lembaga eksekutif dan selain eksekutif AS kepada Israel, pengaruh rezim zionis di dalam struktur diplomasi Washington, terutama dalam pengambilan kesempatan kekuatan AS di Timur Tengah, sangat membuktikan bahawa adanya pengaruh lobi zionis di AS.Saat ini warga Yahudi Amerika memegang peranan penting dan kunci di dalam struktur politik, ekonomi, dan sosial negara dinegara tersebut. Selain itu lembaga-lembaga Yahudi Amerika juga meletakkan rejim zionis di bawah payung perlindungan dan dukungan mereka, bahkan mereka membantu anggaran belanja negara rejim zionis setiap tahun. Tambahan lagi, pelobi-pelobi zionis juga merupakan alat penekan yang sangat aktif terhadap pemerintah AS, yang selalu bergerak untuk mendukung politik rejim zionis di Timur Tengah. Lobi atau lembaga politik, dalam kamus politik digunakan untuk menyebut sebuah kelompok yang memiliki tujuan-tujuan dan kemaslahatan bersama dengan sebuah negara tertentu, dan dengan menyusup ke dalam sistim politik negara ketiga, termasuk ke dalam parlimen, mereka mengarahkan kebijakan politik negara ketiga ini ke arah yang menguntungkan mereka, bahkan jika perlu mereka akan melakukan perubahan-perubahan pemerintahan di negara tersebut. Di dalam masyarakat Yahudi AS, berlaku peribahasa yang sangat dikenali, yang selain mengandung propaganda di dalamnya, juga menunjukkan cara berfikir warga Yahudi dan pandangan mereka terhadap lembaga-lembaga tersebut. Peribahasa tersebut ialah, “Menjadi seorang Yahudi bererti menjadi anggota salah satu lembaga Yahudi”. Martin Best, dan Irk Robb, dalam buku “Yahudi Amerika dan Pandangan Baru Kepada Struktur Sosial Amerika” memaparkan data-data pengaruh Yahudi di dalam berbagai struktur AS, menulis sebagai berikut: “26% wartawan, penganalisis, pekerja di pejabat lembaga-lembaga politik sosial, termasuk di dalam pemerintahan AS dipegang oleh Yahudi. 59 % dari para penulis dan para ahli hukum terbaik di New York adalah orang Yahudi.13 % dari mereka, di bawah usia 40 tahun, memegang jabatan-jabatan penting di AS. 40 % dari mereka juga hadir di dalam kongres AS. 7 dari 11 orang anggota Dewan Keamanan Nasional AS adalah Yahudi. Dengan demikian, selain jabatan presiden, orang Yahudi memegang semua jabatan dan pos-pos sensitif pemerintahan AS.” Yang menarik ialah sekitar 38 % pegawai pemerintahan AS juga dipegang oleh orang Yahudi, dimana sejumlah besar dari mereka, berada di jabatan luar negeri, pertahanan, kewangan dan kehakiman AS, dengan jabatan-jabatan penting, dan mereka pulalah yang memegang rahsia-rahsia pemerintahan dan militer AS. Saat ini hampir 3 juta Yahudi hidup di New York, dan selainnya menyebar di negara-negara bahagian yang dianggap penting dan memegang peranan utama di AS. California, Chichago,, Boston, Newjersey, Florida, dan Ohio, adalah negai-negeri di dalam AS di mana jabatan-jabatan utamanya di bidang politik dan ekonomi, berada di tangan warga Yahudi Amerika. Pengaruh lobi Yahudi di rumah putih termasuk diantara masalah yang tak pernah dapat disembunyikan. Herry Truman, Presiden AS di tahun 50-an, menulis di dalam catatan hariannya tentang pengaruh Yahudi di gedung putih sebagai berikut: “Selama tinggal di gedung putih, saya tak pernah melihat tekanan dan propaganda yang sedemikian kuat.” Sementara itu, meskipun masyarakat Yahudi AS menghadapi perselisihan internal, namun satu hal yang selalu menjadi kesepakatan mereka ialah dukungan terhadap rejim Israel. Ideologi dukungan terhadap Israel merupakan idea yang menguasai semua lembaga dan organisasi Yahudi di AS. Seluruh yayasan sosial, baik pusat maupun lokal, menjadikan bantuan kepada Israel seagai program utama dan pertama mereka. Akar idea seperti ini kembali kepada tahun 1897, yaitu saat deklarasi keberadaan zionisme. Para pemimpin zionisme, sejak saat itu, berniat mendirikan sebuah pusat dengan tujuan mencapai kekuatan yang terbilang di dunia. |